Sunday, September 27, 2009

Sebuah Paket dari Asian Agri

Lebaran Hari Raya Idul Fitri 1430 H, belum lama berlalu, aroma-aroma mudik pun masih sangat segar terhirup. Ribuan masyarakat berbondong-bondong untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing. Banyak alat transportasi yang di gunakan, dari mulai transportasi darat, laut, hingga udara. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk membantu lancarnya masyarakat untuk pergi mudik atau dengan kata lain melakukan kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility), kegiatan tersebut antara lain dengan cara mengadakan mudik gratis, membuat posko-posko pelayanan di berbagai tempat, sampai memberikan santunan-santunan kepada kaum-kaumyang kurang beruntung untuk mengikuti mudik lebaran pada tahun 2009 ini.

Begitu pula yang dilakukan oleh PT Asian Agri, sebuah perusahaan besar yang berbasis di Indonesia yang telah mampu mengelola sumber daya alam yang berlimpah, dengan pengelolaan perusahaan kelapa sawit berkelas dunia. Pihak PT Asian Agri bekerja sama dengan Tanoto Foundation membagikan 4.130 paket lebaran kepada kaum duafa di lingkungan perkebunannya yang tersebar di wilayah Sumatera Utara, Riau dan Jambi. Menurut Manajer CSR Asian Agri, Lamsaudin, bantuan tersebut merupakan bagian dari program CSR Asian Agri, dan menjadi agenda tahunan pihak perusahaan. Program Asian Agri ini merupakan bentuk kepedulian perusahaan guna membantu meringankan beban masyarakat pra-sejahtera dalam menghadapi


Perusahaan yang beroperasional di tiga provinsi di pulau Sumatra, Indonesia, dengan areal konsesi seluas 100.000 Ha dan areal plasma seluas 60.000 Ha ini memberikan Paket yang berisikan antara lain, dua kilogram gula pasir putih, satu kaleng roti, dua botol sirup. Ada juga paket berisi dua kilogram gula pasir putih, satu kaleng roti, dan selembar kain sarung. Paket tersebut mulai dibagikan pada H-6, yaitu sejak pada tanggal 14 -19 September 2009.

Pada 15 September 2009, kata Lamsaudin, paket lebaran dibagikan kepada 91 orang duafa di Kampung Bom dan Desa Panji Rejo yang diserahkan Manajer Kebun TelukPanji, Ir Bambang Sumantri. Sehari kemudian, paket lebaran dibagikan untuk kaum duafa di Desa Sidodadi, Simpang Kanan.

“Warga yang menerima bantuan itu benar-benar kurang mampu berdasarkan data dari Kepala Dusun setempat.” ungkap Koordinator CSR Asian Agri, Tungkot Saragih.


(Adhitya Insan Mahaputra,20070530135)

Monday, September 21, 2009

Jenis-Jenis Kamera

h16rex4_1


16mm Camera

Kamera ini menggunakan pita seluloid yang diagonalnya 16mm. Jenis film 16mm ini dikembangkan oleh Eastman Kodak pada tahun 1923. Tujuannya pada saat itu adalah sebagai alternatif membuat film yang lebih murah dibandingkan dengan film 35mm. Biarpun pada awalnya ditujukan bagi filmmaker amatir, namun ke depannya kamera 16mm menjadi cukup populer di kalangan filmmaker, terutama yang budgetnya cukup ketat.

Di Indonesia sendiri, rata-rata iklan dan film yang menggunakan seluloid memakai kamera film 16mm. Variasi lain dari kamera 16mm adalah super 16mm, namun tidak terlalu banyak berbeda. Hanya ukuran diagonal framenya yang sedikit lebih besar.

35mm Camera

35mm Camera

35mm Camera

Inilah jenis kamera yang sampai saat ini masih menjadi favorit banyak filmmaker (walaupun banyak juga yang sudah beralih ke High Definition). Lagi-lagi, 35 mm diambil dari ukuran diagonal pita seluloidnya. Ukuran pita ini sama dengan pita seluloid yang digunakan pada fotografi. Bedanaya, pada kamera foto posisi pita horizontal, sedangkan pada pita kamera film posisi pita vertikal.

Dasar dari kamera ini ditemukan oleh Lumiere bersaudara, sedangkan pita 35mm sendiri ditemukan oleh William Dickson dan Thomas Edison,berdasarkan film stock yang disuplai oleh George Eastman. 35 mm sudah mengalami beberapa modifikasi, dari yang tadinya hitam putih, menjadi bisa menerima warna, dan dari yang tadinya tidak bisa menangkap suara, menjadi bisa menerima sinyal suara.

35mm adalah ukuran standart di dunia film dan beberapa festival besar hanya menerima format akhir berupa 35mm. 35mm juga merupakan standart yang digunakan di bioskop-bioskop, sehingga film dengan hasil akhir 35mm bisa diputar di seluruh dunia. Namun dewasa ini, sudah ada bioskop-bioskop yang bisa memutar format digital.

Film-film berbudget besar masih cenderung memilih kamera 35mm untuk shooting, karena kualitas gambarnya masih belum ada yang mengalahkan. Selain itu juga ada perasaan gengsi tersendiri ketika shooting menggunakan kamera 35mm.

Kamera 65mm dan 70mm

Selain itu ada juga kamera dengan format 65mm dan 70mm. Namun kedua jenis ini tidak begitu populer karena biaya yang harus dikeluarkan untuk kedua jenis kamera ini sangatlah mahal. Film yang menggunakan jenis kamera ini biasanya adalah film-film IMAX.



Standart 8mm Camera

8mm camera

8mm camera

Kamera ini dikembangkan pada era Great-Depression oleh Eastman Kodak dan dirilis pada tahun 1932. Tujuan dari dirilisnya jenis kamera ini adalah untuk membuat film rumahan (home movie) yang lebih murah dari 16mm. 8mm mengacu pada jarak diagonal dalam sebuah frame pita seluloid itu. Rata-rata pita seluloid itu bisa merekam antara 3 sampai 4,5 menit, dan bergerak di kecepatan 12, 15, 16, dan 18 frames per second.

Kamera ini terhitung sudah cukup langka, namun film seluloidnya sendiri masih diproduksi.

Super 8 Camera

Super 8

Super 8

Super 8 camera adalah pengembangan dari kamera 8mm dan dirilis pada tahun 1965. Pada masanya, ini adalah pilihan para filmmaker amatir. Gambar yang dihasilkan sedikit lebih bagus daripada kamera 8mm. Tidak terlalu banyak perbedaan antara kamera 8mm dengan Super 8.

Perbedaan yang mendasar hanya terletak pada ukuran materi yang digunakan. Untuk Super 8, ukuran materi seluloid yang digunakan sedikit lebih besar untuk setiap framenya. Selain itu, ukuran lubang di samping frame pada pita seluloid super 8 jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pita 8mm.

Karena bentuknya yang kecil dan ringan , serta pengoperasiannya mudah, kamera 8mm dan kamera super 8 lebih banyak digunakan untuk keperluan shooting rumahan. Pada jamannya, kamera 8mm dan super 8 meyerupai consumer camcorder di jaman sekarang.


(http://www.omeoomovie.com/category/info-utama/)

First Film...









ini bukan berita baru, atau Behind the scene baru, tapi ini cuma baru gw post aj!!hehehe

ini adalah film pertama gue tahun 2007, judulnya "Kapan Aku Mau Kemana", sebuah film yang menceritakan tentang seorang anak pemalas bernama Khamaji yang selalu di-underestimated leh teman-temannya da gurunya di sekolah. Khamaji yang memiliki kebiasaa buruk menonton film porno ini suau hari ingin menunjukkan bahwa ia memilki kelebhan yang bisa dibanggakan oleh teman-temanya.
film yang berdurasi 20.18mnt ini sangat malang, pasalnya film ini jarang sekali mengikuti festival-festival film pendek, karena selalu terbentur dengan prasyaratnya. kebanyakan festival2 fil meminta film2 denga format DVD, sedankan film ini hanya ber-format VCD dan tidak bisa untuk format ulang karena master filmnya udah gak tau kemana..

meskipun dari segi gambar dan kualitas filmnya tidak begitu baik, tetapi ini film yang membuat gue tergugah buat eksis dan terus pengen belajar tentang film. selain itu juga dalam produksi film ini gue dapet crew yang solid banget. jadi selama ngegarap film ini tanpa beban ngerjainnya.
buat kalian yang penasaran ama filmnya, insya allah gw upload di youtube.com deh...

Bioskop Film indie??

saat ini perfilman di indoesia sudah makin pesat. setelah lamanya mati pada awal tahun 90-an.tapi untungnya hal tersebut hany mati suri, dan sekarang film-film indonesia yang meunjukkan tajinya!!

sudah banyak film-flm indonesia yang mampu mendobrak pasar di indonesia, diawalai dengan film ada apa dengan cinta, Petualangan sherina, Ayat-ayat cinta, laskar pelangi, dan masih banyak lagi yang lain..

itu semua yang membuat insan perfilman di indonesia semakin bangkit dan termotivasi untuk menghaslkan karya-karya yang dasyat. Tidak hanya "film komersil" yang bangkit, teman-teman independent pun mempunyai jiwa yang sama, yaitu berkarya sebaik-baiknya. memang pada kenyataannya flm-film indie belum bisa seutuhnya dapat diterima oleh khalayak banyak seperti film-film komersil lainnya. tetapi teman-teman indie tidak putus asa, mereka menujukkan karya-karyanya lewat media festival-festival, baik festival skala nasional bahkan sampai intenasional. banyak seali contoh2 flm yang dapat menunjukkan tajinya di dunia internasional. sebut saja film Kalah-menang, Harap tenang ada ujian, Babi Buta Ingin terbang, Cin (T)a, dan masih banyak lagi. film2 tersebut menjuarai berbagai festival dan pemutaran2 di luar negeri.

mereka dapat menunjukkan hasil karyanya di lua negeri dengan prestasi yang sangat menarik,tetapi kenapa di indonesia susah untuk memperkenalkan hasil buah tangannya??
apakah di indonesia hanya mementingkan komersilitas saja dibanding sebuah karya anak bangsa??


banyak sekali di inidonesia bioskop2 ang memutarkan film2.dan pada akhirnya hanya film2 yang mempunyai uang banyak lah yang dapat bertengger di bioskop2 tersebut. lalu setelah film2 pendek indie yang mendapapatkan penghargaan diluar negeri, adakah keinginan oleh para pemilik saham untuk membuat sebuah gedung pertunjukkan untuk pemutaran film2 pendek atau film independent untuk memperkenalkan karya2 anak bangsa yang terhalang oleh rumitnya birokrasi dan finansial.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons